Pada tanggal 31 September 2005 Hendryck mendapat kesempatan berlibur bersama teman-temannya di Bali. Namun, tidak ada yang menyangka liburan kali ini akan menjadi liburan yang takkan terlupakan oleh Henryck… Bersama teman-temannya, Hendryck berangkat jam 6 sore dari Jakarta dan mendarat di Denpasar, Bali sekitar pukul 12 malam.
Keesokan harinya, Hendryck dan teman-temannya mulai berlibur dengan mengunjungi beberapa objek wisata. Namun di tengah-tengah keceriaan dan kegembiraan mereka, bayang-bayang maut sedang mengintai… Pukul 6 sore hari itu Hendryck dan teman-teman berencana pergi untuk melihat sunset. Namun karena terlambat, akhirnya mereka makan malam bersama di Cafe Medega dekat Jimbaran.
Saat mereka menikmati kegembiraan, tanpa mereka sadari beberapa detik lagi segala ketenangan akan segera porak poranda. Tepat pukul 19.34 pada tanggal 1 Oktober 2005, bom meledak di daerah Jimbaran, Bali. Ketakutan memenuhi seluruh daerah Jimbaran. Teriakan-teriakan dan tangisan demi tangisan terdengar dimana-mana. Dalam beberapa detik, ratusan orang tak berdosa tergeletak tak bernyawa.
Pada saat ditemukan oleh keluarganya, Hendryck telah berada di ruang ICU dalam keadaan koma dan tanpa daya. Sekujur tubuh Hendryck penuh dengan lilitan selang. Christine dan seluruh keluarga yang melihat keadaan Hendryck sontak kaget dan shock. Ledakan bom membuat hidup Hendryck berada di ambang kematian. Serpihan bom (goltrin) sebesar kelereng yang berasal dari ledakan bom menerjang kepala Hendryck dan bersarang di dalam otaknya. Secara medis, hanya ada 2 kemungkinan: Hendryck mati atau kalaupun hidup, ia akan menderita cacat mental seumur hidupnya.
Sumber kesaksian:
Hendryck
Tidak ada komentar:
Posting Komentar