Bertahun-tahun lamanya, Wiharja harus tersiksa akibat penyakit yang dideritanya. Pada suatu hari Wiharja tiba-tiba merasa pegal-pegal di jari kaki kirinya. Rasa pegal itu menjadi semakin parah sampai Wiharja harus berjalan terpincang-pincang. Oleh seorang temannya, Wiharja diantarkan ke seorang tukang pijat. Dari ahli pijat itulah Wiharja tahu kalau ia menderita penyakit rematik yang jenisnya tidak boleh dipijat. Hanya bisa dihangatkan saja.
Tahun 1993, Wiharja divonis menderita penyakit rematik akut. Hari demi hari Wiharja harus menahan rasa sakit yang luar biasa pada sendi kaki dan tangannya. Sampai akhirnya persendiannya pun mengalami perubahan.
“Rematoid Atritis adalah penyakit radang sendi yang disebabkan oleh auto immun. Auto immun itu adalah proses dimana sel-sel immun si penderita menyerang tubuhnya sendiri. Kalau misalnya sudah bertahun-tahun, persendiannya menjadi kaku, tidak bisa digerakkan dan akhirnya lumpuh,” jelas dr Revina mengenai penyakit yang diderita Wiharja.
Dalam keadaan putus asa dan tidak berdaya, Wiharja datang kepada Tuhan dan menyesali kesalahan yang pernah dilakukan terhadap keluarganya, terutama kepada istrinya. Wiharja sering mengabaikan istrinya. Meskipun istrinya sedang sakit dan tidak ada yang menjagai anak mereka yang masih kecil, Wiharja tetap sibuk dengan kegiatannya sebagai seorang hamba Tuhan. Karena Wiharja merasa banyak orang yang lebih memerlukan kehadirannya. Wiharja benar-benar berlaku tidak adil dan jauh dari kasih terhadap istrinya.
“Karakter Bapak sebelum mengenal Tuhan Yesus secara pribadi adalah seorang yang keras, tidak terbuka sehingga sering menimbulkan konflik di antara kami,” kisah Sudarti mengenai kondisi rumah tangga mereka.
Usaha untuk sembuh tetap dilakukan. Namun sesuatu yang lebih baik tidak pernah terlihat. Sampai pada suatu ketika, Wiharja benar-benar merasa kesakitan dan berpikir untuk mati. Kondisinya sudah sangat drop. Pada saat itulah Wiharja berteriak kepada Tuhan. Namun ada suara di dalam hati Wiharja yang berkata kalau dirinya tidak akan mati karena rencana Tuhan di dalam hidupnya belum tuntas.
“Isi buletin itu seringkali memberikan kekuatan kepada saya di saat saya sedang bingung,” ujar Ibu Trix Ratulangi, salah satu rekan Wiharja yang menerima buletin dari Wiharja.
“Beliau juga melihat bagaimana keadaan kita, dalam kondisi seperti apapun kita harus tetap berperan, hadir sebagai terang,” kisah Ibu Petty Wuler, rekan Wiharja yang lain.
Walaupun masih tetap membutuhkan pertolongan orang lain, kini Wiharja sudah dapat melakukan sendiri aktifitasnya sehari-hari. Pada awalnya, ketika Wiharja mengalami kelumpuhan, ia tidak dapat melakukan apa-apa dan harus digendong. Segala hal harus dengan bantuan orang lain. Tapi saat ini banyak hal yang sudah dapat dilakukannya sendiri. Berkat keyakinan, semangat dan pengharapannya kepada Tuhan, Wiharja tidak menganggap cacat tubuhnya sebagai penghalang untuk melakukan hal-hal yang berarti bagi orang lain.
“Saya mengucap syukur Tuhan kuatkan saya, terus menuntun saya untuk terus melayani,” ujar Wiharja menutup kesaksiannya.
Seringkali ketika kita menghadapi masalah, kita menghadapi persoalan, kita berpikir bahwa Tuhan meninggalkan kita. Kita berpikir bahwa Tuhan tidak perdulu dengan kita. Padahal tidak demikian. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. (Kisah ini sudah ditayangkan 21 Januari 2008 dalam acara Solusi di SCTV).
Diambil dari :Jawaban.comSumber Kesaksian :Wiharja Jian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar