Bapak Wijaya adalah seorang pengusaha yang sukses dalam masa pemerintahan orde lama. Tapi keberhasilan hidupnya sebagai pengusaha membawa Wijaya dalam banyak masalah. Akibat masalah yang menumpuk, bapak Wijaya mengalami stress dalam sepanjang karir pekerjaannya.
Kira-kira tahun 1962 kami tinggal di sekitar jalan Papandayan. Saat itu saya adalah usahawan yang bergerak dalam perniagaan. Dalam menjalani perniagaan ini saya menghadapi beberapa kemacetan. Saya berusaha mengatasi kemacetan ini tetapi tidak juga berhasil. Sudah berulang-ulang kali usaha penyelesaian dilakukan namun tidak juga berhasil. Karena keadaan sulit seperti itu, saya menjadi suka marah-marah kepada istri dan keluarga saya.
Sang istri bingung dengan banyaknya masalah yang menimpa suaminya.
Suami saya suka marah-marah. Yang anehnya di bagian kepalanya keluar luka dan bernanah. Seluruh kepalanya penuh dengan luka dan bernanah.
Suami saya suka marah-marah. Yang anehnya di bagian kepalanya keluar luka dan bernanah. Seluruh kepalanya penuh dengan luka dan bernanah.
Keadaan hidup saya tidak karuan, jiwa saya menjadi tidak karuan lagi. Saya sendiri menganggap bahwa diri saya ini tidak bersalah dalam masalah itu.
Istri Wijaya tetap mengupayakan pembebasan bagi dirinya.
Saya tetap berusaha baik ke kejaksaan maupun ke pengadilan untuk minta tahanan luar bagi suami saya karena keadaan dia yang sedang sakit. Saya sudah mendapat surat ijin dari dokter, tapi usaha saya ini tidak berhasil.
Saya tetap berusaha baik ke kejaksaan maupun ke pengadilan untuk minta tahanan luar bagi suami saya karena keadaan dia yang sedang sakit. Saya sudah mendapat surat ijin dari dokter, tapi usaha saya ini tidak berhasil.
Akibat depresi jiwa yang semakin berat dalam penjara membuat bapak Wijaya semakin sering menggaruk kepalanya hingga luka di kepalanya semakin parah. Sampai akhirnya ada sebuah kejadian yang mengubah hidup bapak Wijaya.
Wijaya tercekat mendengar pernyataan orang tersebut.
Perkataan teman itu begitu mengena dalam hati saya. Saya menerima betul hal itu. Selama ini saya menganggap diri saya ini tidak bersalah. Tapi teman saya mengatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak bersalah. Disitu saya baru sadar. Saya menjadi punya kerinduan dalam hati untuk berdoa.
Perkataan teman itu begitu mengena dalam hati saya. Saya menerima betul hal itu. Selama ini saya menganggap diri saya ini tidak bersalah. Tapi teman saya mengatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak bersalah. Disitu saya baru sadar. Saya menjadi punya kerinduan dalam hati untuk berdoa.
Setelah kejadian tersebut, selama berhari-hari dan setiap malam Wijaya selalu berdoa. Setelah malam keenam, pagi-pagi saya sudah mandi lalu saya duduk di ranjang. Baru saja saya baru akan membuka dan membaca Alkitab. Tapi pandangan saya tertuju di luar sel dimana ada sebuah pohon beringin dan ada cahaya matahari di sela-sela dedaunan yang ditiup angin. Cahaya matahari yang berkilau-kilauan seperti itu membuat saya makin tertarik untuk terus melihat cahaya matahari di sela-sela dedaunan itu.
Pagi itu Tuhan melakukan hal yang tidak diduga oleh Wijaya.
Tidak lama kemudian saya diperlihatkan suatu cahaya terang yang lebih terang dari sinar matahari itu. Saya begitu kaget. Lalu saya berbalik dan melihat seluruh sal yang ada di sekeliling saya, semua menjadi terang!. Lalu saya melihat diri saya sendiri, yang biasanya kedua tangan saya ini naik ke atas untuk menggaruk-garuk kepala. Tapi begitu tangan saya ini menempel di kepala, saya menjadi begitu heran. Kepala saya tidak gatal-gatal lagi… dan anehnya kepala saya menjadi kering. Saya mulai penasaran. Saya turun dari ranjang dan melihat dari sebuah cermin kecil keadaan saya. Kemudian yang ada dalam hati hanyalah kata-kata : “Puji Tuhan, puji Tuhan… kepala saya kering, tidak gatal lagi… saya sudah sembuh”.
Tuhan juga beracara pagi itu lewat kebenaran FirmanNya.
Saya kembali ke ranjang, begitu girangnya hati saya. Saya lalu membuka Alkitab dan saya diperlihatkan satu ayat dalam Yohanes 3:16 yang bunyinya : “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup
yang kekal”. Membaca ayat itu membuat air mata saya mengalir, mengalir dengan deras. Saya merasakan Firman Tuhan itu begitu hidup.
Saya kembali ke ranjang, begitu girangnya hati saya. Saya lalu membuka Alkitab dan saya diperlihatkan satu ayat dalam Yohanes 3:16 yang bunyinya : “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup
yang kekal”. Membaca ayat itu membuat air mata saya mengalir, mengalir dengan deras. Saya merasakan Firman Tuhan itu begitu hidup.
Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa (Yohanes 14:11-12)
Sumber Kesaksian: Wijaya (jawaban.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar