Sumber Kesaksian: John Winata (Jawaban.com) |
Pergaulan dalam dunia reli mobil membuatnya terjerumus dalam dunia perjudian, tepatnya judi kasino. Kebiasaannya itu terutama bila ia bepergian ke luar negeri dalam rangka kompetisi reli, seperti saat diadakannya World Rally Championship di Perth, Australia. John Winata: Sampai sekarang pun di Indonesia ini kan memang nggak ada kasino ya. Tapi, karena di negara orang ada kasino, ya jadi pengen tahu. Malam pertama sudah di kasino, malam kedua di kasino, malam terakhir, masih di kasino juga. Jadi, kurang tidur. Akhirnya, saya dengan teman saya yang menyupiri saya itu sama-sama nggak tidur. Akhirnya, kita berangkat mau kerja ngurusin reli, di situ fisik kita hari terakhir sudah down. Teman saya itu mengatakan kalau capek, tidur aja. Saya tidur, saya nggak tau apa-apa. Jadi, di dalam mobil, semenjak berangkat, saya tuh tidur. Perjudian kasino itu pula yang akhirnya membawa petaka bagi dirinya. Pada tanggal 18 September 1994, jam 6 pagi waktu Perth, John dan seorang teman mengalami kecelakaan mobil. Saat itu, teman John mengendarai mobil dalam keadaan mabuk dan mengantuk. Mobil yang mereka kendarai terbalik sebanyak 8 kali dan menabrak pohon. Bila melihat kondiri mobil, rasanya mustahil John dan temannya dapat selamat. Demikian pula pendapat Irwawan Poedjadi, salah satu teman John. Ia bahkan tidak dapat menahan tangis saat menceritakan pengalamannya saat melihat kondisi sahabatnya yang masih terjebak di mobil. Namun, John tidak menyadari seberapa dasyat kecelakaan itu akan mempengaruhi hidupnya. Ia baru tersadar setelah berada di rumah sakit. John Winata: Saya bangun, saya sudah di rumah sakit. Saya bahkan tidak merasa bahwa leher saya ini tulangnya patah. Saya masih pikir, kenapa saya ini pakai collar yang mengikat leher saya ini. Saya pikir, saya mau bangun, saya usahakan mau bangun. Ternyata, saya nggak bisa bangun. Yang kata orang kalau pusing itu tujuh keliling, itu bener. Itu ruangan seperti keliling, saya seperti naik pesawat, muter-muter manuver gitu. Saya baru tahu kalau saya itu mengalami kecelakaan. Nyawa John masih tertolong, meski sempat mengalami koma selama 24 jam. Namun, ia harus mengalami patah tulang leher, pergeseran tulang pinggang bahkan tempurung kaki kirinya terlepas. Kepalanya pun diberi penyangga agar tulang leher John bisa masuk kembali. Dokter pun memberikan diagnosa yang sangat mengguncangkan John, yaitu bahwa ia akan lumpuh seumur hidup. John Winata: Dan waktu itu, kaki kiri saya, dari mulai paha sampai ujung kaki itu mati rasa, sama sekali mati rasa. Bahkan saya, ininya (kepala) sudah dibaut, ditarik, untuk membenarkan tulang saya ini. Kecelakaan itu akhirnya memberikan hikmah kepada John. Ia pun sadar bahwa meski hidupnya tidak berkenan di hadapan Tuhan, Tuhan tetap mengasihi John. Sementara itu, di Indonesia, orang tua John meminta dukungan doa dari teman-teman gerejanya. John Winata: Papa saya bilang, kamu tahu nggak, ini satu gereja doain kamu terus-menerus setiap malam, doain saya terus. Saya langsung merasakan, saya yakin kalau Tuhan campur tangan, karena saya nggak tahu mau andalkan siapa lagi. Tetapi, Papa saya cukup menguatkan saya, kamu pasti sembuh. Kalau Tuhan mau menyembuhkan kamu, kamu pasti sembuh. Di situlah saya, setiap malam, saya mau tidur, saya berdoa. Di situ saya lebih inget sama Tuhan. Dan di situ saya baru belajar, saya baru tahu kalau doa itu begitu kuat, begitu luar biasa. John Winata: Saya orang yang dulunya sangat bandel, boleh dikatakan, tidak pernah nangis, tetapi ketika itu, ibu saya berdiri di depan pintu, menerima saya. Ibu saya nangis, dan saya waktu itu, saya juga nangis. Sampai sekarang pun saya masih ingat. Saya nangis bukan karena lihat ibu saya nangis, tapi saya menganggap ibu saya yang melahirkan saya yang melahirkan saya aja nangis, apalagi Tuhan yang menciptakan saya. Karena, saya percaya ini bukan cobaan dari Tuhan, karena saya lari daripada Tuhan. Tuhan justru sayang sama saya, makanya saya dipelihara. Keyakinan itu juga yang membuat John semakin bersemangat untuk sembuh. Ia pun berusaha melatih otot-otot kakinya. John Winata: Saya nggak boleh menangis, diam, menangis kepada Tuhan. Ya nggak boleh. Saya harus berjuang. Saya berjuang. Di saat itu, saya menyerahkan bener-bener 100% kepada Tuhan. Apa pun yang terjadi, terserah deh. Pokoknya, saya mau sembuh. Setelah melalui terapi dan proses yang panjang, John mulai merasakan perubahan pada kakinya. Iman dan ketekunannya membuahkan hasil. Saat ia kembali melakukan check up di Australia, dokter yang dulu menanganinya kaget karena John sudah bisa saya bisa berjalan bahkan berlari. Dokter itu mengakui kesembuhan itu merupakan hal yang tidak lazim dan merupakan keajaiaban. John menanggapinya dengan mengatakan bahwa Tuhan Yesus lah yang menyembuhkan dia. Tak hanya dokter yang menanganinya di Australia, sahabatnya pun tak percaya melihat kesembuhan John. Irwawan Poedjadi: Pada saat di rumah sakit di sana, dokter-dokter di sana tidak pernah percaya penyembuhannya dia lebih cepat daripada halnya orang yang normal. Itu nggak tahu itu mujizat Tuhan ya. Wah saya surprise, saya teriak loh, kok bisa jalan lo?! Praise the Lord, dia bisa cepat sembuh dan jalan. Dia tidak kelihatan seperti orang cacat. Tidak pernah kelihatan dia pernah ngalamin kecelakaan dan dia gemuk sekarang, hidupnya senang. John Winata: Orang yang hidup di dalam Tuhan, pasti mengalami mujizat besar. |
“Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” (Yesaya 53:5) |
Jumat, 25 November 2011
Iman yang mengalahkan Kelumpuhan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar