Jumat, 25 November 2011

Gila Judi, Pingin Cepat Kaya

Yang dikerjakannya setiap hari hanyalah makan, minum dan mabuk sehingga keluarganya memandang rendah dia. Itulah kehidupan Yohanes Handri, hingga suatu hari ia tidak bisa terima lagi penghinaan dari keluarganya dan ingin membuktikan bahwa dirinya sekalipun “nakal” juga bisa sukses.
“Siapa bilang kalau orang yang nakal itu ngga bisa berhasil,” demikian ujar Handri.
Sayangnya, jalan kesuksesan yang dipilih Handri adalah jalan pintas. Dukun dan berjudi adalah caranya mencari kekayaan. Memang dalam waktu singkat ia berhasil mendapatkan uang yang banyak, namun tidak ada seorangpun yang tahu dari mana asal kekayaannya.
Ketika ia menemukan wanita yang ia cintai, ia berhenti berjudi dan menikahi wanita tersebut. Namun itu tidak berlangsung lama. Dua tahun setelah pernikahannya, ia kembali berjudi, bahkan kali ini ia melakukan terang-terangan di depan istrinya.
“Susah ya menghilangkan kebiasaan itu,” ujar Handri, “Saya ngomong sama istri saya kalau saya mau cari uang lebih dan uang paling gampang itu dari perjudian. Saya mau buktikan kalau saya bisa kaya karena judi.”
Itulah obsesi Handri, ingin menjadi kaya karena judi. Namun pada kenyataannya, jalan yang harus ditempuhnya tidak semulus harapannya. Kekalahan demi kekalahan harus ia terima. Namun kekalahan tidak membuatnya jera.
Handri mengeluarkan jurus pamungkasnya, ia kembali ke dukun. Tapi kali ini ia tidak sendiri, ia juga menyeret istrinya masuk dalam dunia kelam tersebut. Sekalipun tidak suka, istri Handri akhirnya mengikuti kemauan suaminya.
“Ngapain kita kesini?” demikian tanya istrinya yang merasakan tidak damai sejahtera di tempat dukun itu. Namun Handri lebih tertarik dengan perkataan sang Dukun.
“Waduh, istri kamu bawa rejeki. Mukanya kaya bulan. Kalau kamu mau menang, istri kamu harus dibawa kemana-mana.”
Seperti kerbau di cucuk hidungnya, Handri mengikuti perkataan dukun itu. Kini istrinya dipaksa ikut ke tempat perjudian. Ia tidak peduli sekalipun harus membohongi sang ibu mertua ketika menitipkan kedua anaknya.
“Pas kebetulan saya bawa istri, pas menang. Hal itu membuat saya yakin sekali kalau dia itu bawa rejeki. Jadi kemana-mana saya bawa dia mulai saat itu.”
Dalam waktu singkat, Handri berhasil mengumpulkan kekayaan seperti tekad yang pernah ia buat. Namun dibalik keberhasilannya itu, kehidupan rumah tangganya tidaklah harmonis. Ia sering kali bertengkar dengan istri karena banyak hal, mulai dari masalah anak-anak yang diperlakukan kasar oleh Handri hingga masalah istrinya yang sudah tidak mau lagi di ajak ke tempat berjudi.
Judi adalah tempat pelarian  bagi Handri, ia sudah tidak peduli lagi dengan kondisi keluarganya. Apa lagi ketika ia kembali mengalami kekalahan demi kekalahan. Satu persatu hartanya ia jual untuk menutupi hutang-hutangnya.
“Bukannya kesuksesan yang saya raih tapi kehancuran dalam rumah tangga saya,” demikian pengakuan Handri.
Harta terakhir yang tertinggal adalah rumah, Handri pun tak segan menjualnya. Ia beralasan akan menggunakan uang penjualan rumah itu untuk modal usaha, nyatanya ia gunakan untuk modal berjudi.
“Pertama sejuta, lalu naik lagi ke dua juta. Dua naik ke empat, empat naik ke delapan, delapan naik ke enam belas. Terus berlipat-lipat, terakhir saya kesal saya pasang dua puluh lima juta. Tetap ngga dapat.”
Uang penjualan rumah pun habis tanpa sisa, ia memberanikan diri memberitahu istrinya. Tak pelak ia harus menerima omelan dari sang istri yang kesal. Tidak ada uang, bahkan untuk belanja makanan, terpaksa akhirnya ia beserta istri dan anak-anaknya makan dirumah mertuanya.
“Saya juga frustrasi sih, kehidupan yang seperti ini membuat saya frustrasi karena saya tidak bisa jadi kepala keluarga yang baik. Saat itu saya sangat malu sekali dengan mertua saya.”
Sembilan tahun Handri menjalani pernikahannya, namun ia tidak juga berubah. Istrinya yang dengan tekun berdoa sudah hampir putus harapan untuk melihat perubahan dalam hidup Handri. Tapi tidak dengan Tuhan.
“Saya menyervis tv di suatu ruangan, saat itu saya tidak merasa senang. Pikiran saya ngga karuan. Tiba-tiba saya mendengar suara yang berkata seperti ini: Akulah damai sejahtera, ikutlah Aku. Suara itu terngiang-ngiang di telinga saya.”
Suara itu tidak hanya sekali mendatangi Handri, suara itu terus mengusi hati nuraninya.
“Besok harinya, hari ketiga, suara itu datang lagi. Baru saya datang pada istri saya, dan saya bilang: Ayo ke gereja..! Istri saya bilang, ‘Ah kamu, orang seperti gini mau ke gereja.’ Benar saya mau ke gereja, sungguh-sungguh saya mau cari Tuhan. Saya sudah ngga karuan, saya bilang. Saya paksain istri saya untuk datang ke gereja.”
Akhirnya Handri dan istrinya datang ke gereja. Namun disana, ia masih diliputi oleh ketakutan yang luar biasa.
“Saya takut mati saat itu. Kalau saya mati gimana? Itu yang saya katakan dalam hati saya. Saya takut mati karena saya banyak dosa, selain itu saya belum bisa memberikan yang terbaik untuk istri dan anak-anak saya. Kalau saya mati saya masuk neraka, saya tidak punya pegangan.”
“Hamba Tuhan itu memanggil: ‘Siapa yang mau didoakan?’ Saya ngga ada niat untuk didoakan, tapi kaki saya melangkah ke depan. Setelah itu saya didoakan. Saat itu saya merasakan sukacita itu sangat penuh dalam hidup saya. Selama saya hidup, saya ngga pernah merasakan sukacita, ngga pernah saya senang. Saat itu saya tahu Tuhan sayang sama saya. Tuhan itu mencintai saya, dan saya mengambil keputusan untuk menyerahkan hidup saya pada Tuhan.”
Sejak perjumpaan pribadi dengan Tuhan itu, Handri menjadi pribadi yang berbeda. Kini ia menjadi seorang suami yang penuh kasih pada istrinya dan juga anak-anaknya. Kesuksesan pun ia dapatkan ketika ia mendapatkan pengenalan yang benar tentang siapa Tuhan dan Juru Selamatnya, yaitu Yesus Kristus.
“Hidup saya berubah, karena saya tahu Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah Raja. Saya mau melayani Tuhan seumur hidup saya, dan saya tidak mau tinggalkan Dia karena Dia tidak pernah tinggalkan saya,” jelas Handri. (Kisah ini ditayangkan 16 Juni 2011 dalam acara Solusi di O’Channel).
Sumber Kesaksian:
Yohanes Handri (jawaban.com)

1 komentar: